Under category | bagaimana cara kita mendidik anak-anak kita? | |||
Creation date | 2010-02-07 01:35:52 | |||
Article translated to
|
العربية English Español Русский | |||
Hits | 10866 | |||
kirim halaman ini ke teman anda
|
العربية English Español Русский | |||
Share Compaign |
mencukur rambut bayi dan mengkhitannya (menyunatnya)
di sunnahkan untuk mencukur rambut bayi di hari ketujuhnya, kemudian menyedekahkan perak seberat timbangan rambutnya, hal ini dapat memperkuat rambut..[1]diantara ulama ada yang hanya menkhususkan hal ini untuk bayi laki-laki saja bukan bayi perempuan, akan tetapi di bolehkan juga untuk bayi perempuan jika memberikan faidah untuknya[2], dan sebagian ulama ada yang mengatakann bahwa dalam hal ini bayi perempuan sama dengan bayi laki-laki[3].
adapun masalah khitan (sunat) merupakan sebagian ulama adalah hukumnya wajib dan sebagian yang lain mengatakan sunnah mu’akkadah, dan kewajibannya tidak harus di laksanakan dengan segera (ketika anak telah lahir), akan tetapi di syaratkan agar anak laki-laki di khitan agar sah ibadahnya, di sarankan agar proses khitan tersebut di lakukan di hari-hari pertama baik pada hari ke tujuhnya ataupun setelahnya[4], karena di harapkan ia cepat sembuh atau di saat-saat tersebut rasa sakit yang akan di rasakan anak ketika di khitan masih kurang, adapun khitan untuk perempuan adalah sunnah atau di anjurkan[5].
sebagaimana di anjurkan untuk anak perempuan supaya telinganya di tusuk atau di lobangi agar bisa berhias dengan memakai anting, dan hal ini tidak boleh di lakukan untuk anak laki-laki[6].
--------------------------------------------------------------------------------
[1]lihat tarbiyatul al aulaad fil islaam oleh abdullah naashih ulwaan, 1/78-79, dan syarhil mumti’ oleh muhammad bin shaleh al utsaimin, hal: 7/540-541.
[2]lihat syarhul mumti’ oleh al utaimin, hal: 540/7.
[3]lihat tuhfatul mauduud oleh ibn qayyim, hal: 69-71, dan at thifl fi syari’atil islaamiyah oleh muhammad bin shaleh, hal: 107.
[4]lihat tuftul mauduud oleh ibnul qayyim hal: 124-128.
[5]lihat tarbiyatul aulaad fil islaam oleh abdullah naashih ulwaan, hal: 1/107-108,118.
[6]lihat tuhfatul mauduud oleh ibn qayyim al jauzi, hal: 148.