Under category | bagaimana cara kita mendidik anak-anak kita? | |||
Creation date | 2010-01-26 01:57:43 | |||
Article translated to
|
العربية English Español | |||
Hits | 14708 | |||
kirim halaman ini ke teman anda
|
العربية English Español | |||
Share Compaign |
hukum-hukum tentang anak dalam islam-hukum mengubur anak hidup-hidup dan menggugurkan kandungan
hukum anak dalam islam
syari’at islam sangat di istemewakan karena sifat universalnya meliputi segala bidang, oleh karena itu anak mempunyai hukum tersendiri dalam islam, seperti menjaga kehidupannya, hartanya, pekerjaannya, agamanya dan badannya, kita akan membahas mengenai hal ini, sebagai berikut:
hukum menguburkan anak dan menggugurkan janin
anak mempunyai hak dalam kehidupan ini, oleh karena itu haknya yang paling pertama ialah anjuran untuk memperbanyak anak, dan janji bahwa rasulullah saw. sangat bangga dengan banyaknya jumlah umatnya pada hari kiamat, dan rasulullah saw. menganjurkan untuk menikahi wanita yang subur yang sekiranya dapat melahirkan banyak anak, adapun program pembatasan keturunan (kb) adalah program atau misi kristenisasi untuk melemahkan orang-orang muslim, namun terkadang ulama membolehkan menggunakan obat untuk pencegah kehamilan jika hal tersebut di maksudkan untuk memberikan anak haknya dalam seperti menyusui dan penjagaan[1], atau jika kehamilan dapat membahayakan kehidupan seorang perempuan yang di pastikan dengan keterangan dokter muslim yang adil[2].
perawatan anak dan penjagaan terhadap kehidupannya di syari’atkan beberapa hukum, sebagai berikut yaitu:
1.bolehnya berbuka bagi ibu yang hamil dan yang menyusui jika ia khawatir terhadap diri dan anaknya..[3]
2.memperlambat memberikan hukuman atau had terhadap perempuan yang sedang hamil sampai ia melahirkan, menyusui dan telah masuk masa untuk makan[4].
3.menjaga janin selama masih di kandung di dalam perut ibunya, jika pada bulan-bulan pertama yaitu sebelum di tiupkan ruh kepadanya, maka ulama dalam hal ini mempunyai banyak presepsi yang hanya berkisar dalam ruang lingkup makruh dan haram..[5]adapun pengguguran kandungan setelah di tiupkan ruh ke dalam bayi maka ulama sepakat tentang keharamannya, maka jika ibunya atau orang lain menggugurkannya dengan sengaja maka ada dua keadaan:
pertama:jika bayi tersebut hidup kemudian meninggal di sebabkan oleh perbuatan tersebut, dalam hal ini di wajibkan bagi orang yang menyebabkan kematiannya untuk membayar diyat secara sempurna, dan kaffaarat (denda) membunuh orang muslim ialah memerdekakan budak, jika tidak sanggup maka harus berpuasa dua bulan berturut-turut, hal ini adalah ijma’ para ulama.
kedua:jika ia meninggal di sebabkan hal tersebut, maka di wajibkan bagi orang yang melakukannya memerdekakan budak dan kaffaratnya sama dengan di atas.
orang yang melakukan hal ini tidak berhak mendapatkan warisan dari warisannya[6].
1.wajib mengeluarkan janin yang masih hidup ketika jika ibunya telah meninggal walaupun dengan proses operasi atau pembedahan[7].
2.wajib menguburkannya, jika umurnya kurang dari empat bulan maka jenazah bayi tersebut di balut dengan kain kemudian di kuburkan, dan jika umurnya lebih dari empat bulan maka di mandikan, di kafankan, di shalati, di beri nama dan di kuburkan, dan jika dia lahir dengan hidup kemudian meninggal..maka di sunnahkan untuk mengaqiqahkan untuknya[8].
3.wajib mengambil bayi-bayi atau anak yang terlantar, dan menjaganya kebebasannya serta nafkahnya di tanggung oleh baitul mal[9], demikian juga anak yatim harus di pelihara dan di lindungi.
wallahu a’lam bi shshawaab
--------------------------------------------------------------------------------
[1]lihat majmu’ul fataawa oleh syaikhul islam ibn taimiyah, hal: 32/271-272.
[2]lihat fataawa syaikh al utsaimin, hal: 2/837.
[3]lihat al mughni oleh ibn qudaamah (3/139), dan al ‘iddah oleh baha’uddin al maqdaasi, hal: 147.
[4]lihat sumber yang telah lalu, (9/450).
[5]lihat al ijhadh bainal fiqhi wa tthib wal qaanun oleh muhammad saifuddin as siba’i, hal: 54-55.
[6]lihat sumber yang telah lalu: 9/557-558, dan al ‘uddah syarhul ‘umdah oleh bahaa’u ddin al maqdasi, hal: 506-507.
[7]lihat al mughni oleh ibn qudaamah, 2/551.
[8]lihat al mumti’ oleh al utsaimin, (7/539-540).
[9]lihat al mughni oleh ibn qudaamah, (11/125).